Thursday, August 8, 2013

Mengapa Selalu Yang Mengalah

Mendefinisikan sesuatu terkadang menjadi hal yang menyulitkan. Pikiran kita bersifat absurd dan susah untuk mengungkapkannya secara jelas. Oleh sebab itu, terkadang kita merasakan sesuatu yang kita tidak tahu apa itu. Nah, tugas seorang pemikir adalah mengungkapkan apa-apa yang susah diungkap itu. Sebenarnya kita semua adalah pemikir-pemikir kreatif yang mempunyai potensi untuk mengungkap berbagai rahasia pikiran. Hanya saja, kita kurang mengetahui ilmunya dan kurang belajar untuk itu.

Sepertinya perlu untuk menjadi pemikir kreatif untuk mendefinisikan arti mengalah. Sebuah kalimat yang mempunyai arti berlawanan dengan kata dasarnya, yaitu kalah. Kata me- yang mendampingi kata kalah justru menjadikan artinya bukan lagi kalah, tapi menang. Kenapa menang? Sebab, kemenanganlah yang didapatkan orang yang mau mengalah. Kembali kepada definisi, menurut saya, mengalah adalah sikap mental seseorang dalam meninggalkan hal yang sebenarnya bisa dia lakukan. Mengalah berbeda dengan kalah, kalah bersifat terpaksa, sedang mengalah bersifat alternatif.


Ada beberapa alasan yang menyebabkan seseorang mengalah. Alasan yang pertama, adanya kemaslahatan atau manfaat yang sangat besar dengan sikap itu. Manfaat itu bisa berbentuk ukhrowi ataupun duniawi. Manfaat duniawi bisa berupa hubungan baik, kemudahan dan lain-lain. Komunitas dengan adanya sikap saling mengalah adalah sebuah komunitas yang sehat. Apa jadinya kalau tidak ada sifat mengalah di dalam sebuah komunitas? Pasti terjadi sebuah kekacauan.

Monday, August 5, 2013

Renungan Untuk Para Karyawan dan Pekerja

Kaidah baku yang menjadi acuan dalam hal ini adalah sebuah hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا، وَأَحَلَّ حَرَامًا

Setiap muslim harus menyesuaikan diri dengan kesepakatan yang dia setujui. Kecuali kesepakatan yang mengharakan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. at-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir).

Seorang mukmin dalam berinteraksi dengan sesama, tidak bisa lepas dari dua aturan: aturan syariat dan aturan yang dibuat bersama. Keduanya mengikat, dan tidak boleh saling bertentangan. Jika sampai terjadi pertentangan, maka aturan syariat, lebih diunggulkan. Sebaliknya, ketika di sana tidak ada aturan syariat yang mengikat, kedua belah pihak boleh membuat aturan lainnya sesuai dengan kesepakatan.

       Agar lebih mudah dipahami, berikut bebarapa contoh terkait penerapan kaidah di atas.
Dalam perusahaan X, ditetapkan aturan bahwa setiap karyawan wajib masuk jam 08.00, pulang jam 16.00. Anda jangan bertanya, mana dalil aturan ini? Karena jelas, aturan ini tidak ada dalam Alquran dan sunah. Meskipun demikian, setiap karyawan yang sepakat dengan aturan ini, wajib mentaatinya. Karena aturan ini, 100% tidak mengandung unsur menghalalkan apa yang diharamkan atau mengharamkan apa yang dihalalkan.

Saturday, August 3, 2013

Hiburan bagi yang Mendapatkan Musibah

Berikut adalah beberapa nasehat dari ayat al Qur’an, hadits dan perkataan ulama yang semoga bisa menghibur setiap orang yang sedang mengalami musibah.

Musibah Terasa Ringan dengan Mengingat Penderitaan yang Dialami Orang Sholih
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لِيَعْزِ المسْلِمِيْنَ فِي مَصَائِبِهِمْ المصِيْبَةُ بي
“Musibah yang menimpaku sungguh akan menghibur kaum muslimin.”[1]
Dalam lafazh yang lain disebutkan.
مَنْ عَظَمَتْ مُصِيْبَتُهُ فَلْيَذْكُرْ مُصِيْبَتِي، فَإِنَّهَا سَتَهَوَّنُ عَلَيْهِ مُصِيْبَتُهُ
“Siapa saja yang terasa berat ketika menghapi musibah, maka ingatlah musibah yang menimpaku. Ia akan merasa ringan menghadapi musibah tersebut.”[2] Ternyata, musibah orang yang lebih sholih dari kita memang lebih berat dari yang kita alami. Sudah seharusnya kita tidak terus larut dalam kesedihan.

Semakin Kuat Iman, Memang Akan Semakin Terus Diuji
Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً
“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
« الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »
“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.”[3]


Di Balik Musibah, Pasti Ada Jalan Keluar
Dalam surat Alam Nasyroh, Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 5)
Ayat ini pun diulang setelah itu,
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 6)

Friday, August 2, 2013

Bisa-kah masuk ke Surga Firdaus?



Mau jalan ke firdaus (surga paling tinggi)?

Apakah kita bias masuk ke surge firdaus?
Apakah itu hanya terkhusus oleh para ulama,mujahid, ataukah para dai?
Pastinya kita semua ingin tahu sifat2 penghuni syurga firdaus, dan semoga termasuk di dalamnya.
Nabi Muhammad bersabda :
فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ
Kalau kamu semua memohon kepada Allah, maka memohonlah (surga) Firdaus, (HR. Bukhari, no. 7423)

Dalam Al-Qur’an surat Al Mukminun Alloh ta’ala berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3) وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (4) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7) وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (8) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (9)
 

“- Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman - (Yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, -  Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, -  Dan orang-orang yang menunaikan zakat, - Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, -  Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki[994]; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. - Barangsiapa mencari yang di balik itu[995] Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. -  Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya - Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.”
 _________________________
[994] Maksudnya: budak-budak belian yang didapat dalam peperangan dengan orang kafir, bukan budak belian yang didapat di luar peperangan. dalam peperangan dengan orang-orang kafir itu, wanita-wanita yang ditawan biasanya dibagi-bagikan kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan itu, dan kebiasan ini bukanlah suatu yang diwajibkan. imam boleh melarang kebiasaan ini. Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya.

[995] Maksudnya: zina, homoseksual, dan sebagainya.